Yesus dan Free Will
Pertanyaan ini akhirnya muncul dalam benak saya setelah tulisan saya sebelumnya tayang. Apakah Yesus Kristus benar-benar tidak memiliki kehendak bebas? Apakah Yesus sebagai manusia masih bisa memilih mengikuti keinginan-Nya? Apakah Yesus punya keinginan?
Mari kita gali mulai dari pertanyaan tentang eksistensi keinginan Yesus. Apakah Yesus punya keinginan? Atau Yesus memang tidak memiliki kehendak bebas?
Saat Yesus berusia 12 tahun, Ia berkeinginan untuk tetap tinggal di Bait Allah, Rumah Bapa-Nya. Lalu saat Yesus lapar dalam Matius 21: 18-22, Yesus melihat pohon ara yang tidak memiliki buah. Kemudian, Yesus mengutuk pohon ara tersebut. Selain itu, banyak mukjizat kesembuhan yang muncul dari rasa kasihan Yesus dan keinginan untuk menolong. Dari seluruh kisah Yesus tentang keinginan, yang paling menarik bagi saya adalah Doa Yesus di Taman Getsemani.
Matius 26:39 (TB) Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."
Mari kita fokuskan pada kata 'jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku'. Yesus Kristus tahu bagaimana jalan hidup-Nya yang sangat sulit ke depannya. Yesus sebagai manusia punya rasa takut menghadapi hal tersebut. Dan rasa takut tersebut memunculkan keinginan untuk menghindari penderitaan yang akan Dia lalui. Inilah bukti paling jelas bahwa sebenarnya Yesus sebagai manusia, juga punya keinginan pribadi. Dia punya free will.
Dari free will, Yesus pun seharusnya bisa memilih dengan bebas, sama seperti saat Yesus 12 tahun yang memilih mengikuti Yusuf dan Maria daripada berkeras hati tinggal di Bait Allah, seperti saat Yesus yang belum waktunya menunjukkan diri tetapi memilih untuk menolong ibu-Nya dan mengubah air menjadi anggur, dan seperti Yesus yang memilih mengutuk pohon ara.
Namun, apa yang terjadi terhadap penderitaan dan kematian Yesus? Apakah Dia kehilangan free choice? Bukan. Dalam doa Yesus di Taman Getsemani, kita bisa melihat bahwa Yesus menyerahkan kebebasan-Nya untuk memilih ke dalam kehendak Bapa.
Artinya, free will dan free choice dari Yesus Kristus itu ada. Namun, pada akhir hidup-Nya, Yesus menyerahkan kehendak bebas-Nya kepada Bapa. Jika Yesus mengambil hak-Nya untuk memilih, mungkin Yesus bisa memilih untuk turun dari salib saat Dia dihina sebagai pembuktian diri-Nya. Atau saat Dia diadili, Dia bisa mengatakan banyak hal untuk menyelamatkan diri-Nya. Atau Dia bisa memilih untuk tidak melakukan jalan hidup yang sudah Dia lalui.
Di Masa Paskah ini, mari kita renungkan. Untuk siapakah Yesus menyerahkan kehendak bebas-Nya? Hanya untuk menjalankan perintah Bapa? Tidak hanya itu. Yesus menjalankan kehendak Bapa untuk menyelamatkan dunia ini.
Dia melepaskan kehendak bebas-Nya, ditinggalkan murid yang katanya siap berdiri di depan Yesus untuk melawan semua, diadili tanpa pembuktian hukum yang jelas, disiksa dan disalib demi vox populi. Semua itu dilakukan semata-mata bukan untuk mengikuti kehendak Bapa saja, melainkan untuk kita, remah-remah roti busuk, pacul patah petani, penggorengan rusak seorang koki, pahat tumpul seorang pengukir, yang diciptakan untuk membantu tetapi rusak dan membuat luka Sang Pencipta.
Jadi, mana yang baik? Memiliki kehendak bebas dan menggunakan kebebasan kita untuk memilih atau menyerahkan kehendak bebas kita kepada Tuhan dan siap hanya menjadi alat?
Komentar
Posting Komentar