Tafsir Iseng Yeremia 26: 12-14

 Sermon Guru Sekolah Minggu untuk 30 Oktober 2022


Pengajaran Minggu XX setelah Trinitatis

Bahan Ajar: Yeremia 26: 12-14

Tema Minggu Umum: Belajar Berbuat Baik, Berhenti Berbuat Jahat

Tema SkM: Ayo Bertobat


12 Tetapi Yeremia berkata kepada segala pemuka dan kepada seluruh rakyat itu, katanya: "TUHANlah yang telah mengutus aku supaya bernubuat tentang rumah dan kota ini untuk menyampaikan segala perkataan yang telah kamu dengar itu.

13 Oleh sebab itu, perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, dan dengarkanlah suara TUHAN, Allahmu, sehingga TUHAN menyesal akan malapetaka yang diancamkan-Nya atas kamu. 

14 Tetapi aku ini, sesungguhnya, aku ada di tanganmu, perbuatlah kepadaku apa yang baik dan benar di matamu. 


Tujuan Umum

ASM mampu memahami bahwa bertobat berarti melakukan kehendak Allah 


Penulis, Latar Belakang Penulisan, Konteks Perikop

Kitab Yeremia adalah kitab yang berisi kisah perjalanan Yeremia sebagai nabi. Yeremia adalah keturunan imam di Anatot, daerah Benyamin. Ayahnya bernama Hilkia. Ia menjadi nabi pada empat zaman kepemimpinan raja Yehuda, yaitu Raja Yosia (pastinya kita sudah tahu karena sudah pernah dibahas), Raja Yoyakim, Raja Yoyakin, dan Raja Zedekia, bahkan masih hidup pada zaman pembuangan ke Babel (Yeremia 1:1). Kisah Yeremia muda pun bahkan sudah kita bagikan kepada adik-adik dalam pembelajaran khusus menyambut Natal tahun lalu. Kini kita akan membahas tentang kisah Yeremia pada masa kepemimpinan Raja Yoyakim. 

Apa yang terjadi pada masa Raja Yoyakim? Pada masa Raja Yoyakim, raja melakukan hal jahat di mata Tuhan seperti yang dilakukan nenek moyangnya (2 Raja-raja 23: 36-37). Apa saja hal jahat yang dilakukan? Kita harus melihat apa yang telah dilakukan  nenek moyang Yoyakim,  yaitu Raja Manasye. Raja Manasye melakukan penyembahan berhala, membunuh orang yang tak bersalah untuk korban sesembahan, bahkan di rumah TUHAN pun Raja Manasye mendirikan mezbah untuk berhala. Pada pemerintahan Raja Yoyakim pun pembunuhan nabi terjadi, salah satunya Nabi Uria bin Semaya. 

Konteks dari perikop ini adalah Yeremia sedang berada di dalam rumah TUHAN untuk menyampaikan firman Tuhan, yaitu nubuat kehancuran rumah Tuhan tersebut dan kota itu jika mereka tidak bertobat. Respons dari para pendengar adalah keinginan akan kematian Yeremia. Mereka mengurungkan niat membunuh Yeremia karena Yeremia menyatakan nubuat tersebut dengan mengatasnamakan TUHAN. Mereka teringat bagaimana Raja Hizkia, raja mereka terdahulu, memohon ampun akibat ketakutannya terhadap nubuat Nabi Mikha. Namun, saya menduga bahwa Yoyakim sampai akhir tidak bertobat walaupun sudah ditegur melalui nubuat Yeremia. 


Observasi dan Interpretasi

Ayat 12-14 adalah sebuah tanggapan balik dari Yeremia atas respons pendengar nubuat Yeremia yang menginginkan kematian Yeremia. Yeremia menyampaikan firman Tuhan pada ayat 9. Respons pertama dari pendengar adalah mengerumuni Yeremia, mungkin agar Yeremia tidak kabur setelah mengucapkan ancaman yang menyinggung rakyat yang mendengar. Respons selanjutnya adalah para pemuka memanggil para ahli dan penguasa di sana, yaitu para imam dan nabi. Mengapa para imam dan nabi tidak masuk dan malah duduk di gerbang rumah TUHAN? Dugaan saya karena kerumunan orang sudah mengepung Yeremia sehingga para imam dan nabi pun tidak bisa masuk. Dugaan kedua adalah karena mereka memang takut harus beradu argumen atau tanding ilmu dengan nabi urusan TUHAN.  

Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Para imam dan nabi memberi semacam usulan, nasihat, atau wejangan tentang apa yang seharusnya para pemuka dan rakyat lakukan. Para imam dan nabi bukan hanya sekadar memberikan pernyataan, melainkan juga menjelaskan alasan mengapa Yeremia patut diberi hukuman mati. Sepertinya, para imam dan nabi pun tidak memiliki wewenang untuk memutuskan hukuman kepada seseorang. Mereka menggunakan pengetahuan dan status intelektual mereka untuk menghasut rakyat. Sepertinya tidak asing... Ya, Tuhan Yesus pun seperti itu. Rakyat menjatuhkan hukuman salib untuk Yesus karena sudah termakan hasutan orang-orang yang dianggap kaum intelektual. Apakah kita pun harus hati-hati dengan kaum intelektual? Hmmm... Hal yang pasti adalah jangan menelan mentah-mentah informasi yang ada. 

Dalam ayat 12, Yeremia menyampaikan eksepsinya bahwa apa yang ia sampaikan bukan berasal dari ucapan mulutnya yang asal, doa yang sifatnya destruktif, atau perencanaan kejahatan. Ia menegaskan bahwa ucapannya adalah firman yang berasal dari TUHAN karena ia adalah seorang utusan TUHAN. Harapannya adalah agar mereka mendengar perkataan tersebut dengan baik dan beraksi sesuai dengan pesan yang ada. 

Tuhan tidak semata-mata hanya menjatuhkan hukuman begitu saja karena mereka bersalah. Pada ayat 13, Yeremia menyampaikan bahwa TUHAN masih berharap bahwa bangsa kesayangannya bisa bertobat, sehingga Ia menyesal dan menghalaukan malapetaka yang hendak Ia jadikan. Bahkan pada ayat 3 pun, Yeremia sudah menjelaskan sebelumnya. Hal unik yang akan memakan waktu diskusi yang panjang adalah penyesalan Allah atas malapetaka dengan kemahatahuan Allah. Bagaimana Allah yang Maha Tahu bisa menyesal atas keputusan-Nya? Mari kita sejenak mengingat peristiwa Niniwe di mana Yunus menyampaikan pesan malapetaka terhadap mereka. Saat rakyat Niniwe bertobat pun, Allah menyesal dan meluputkan mereka dari malapetaka. Sikap Yunus atas penyesalan Allah tersebut mungkin juga merupakan sikap saya juga. Menurut saya, jika Allah menyesal, artinya Allah tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Ini mengafirmasi bahwa Allah tidak Maha Tahu. Namun, jika Allah Maha Tahu dan mengetahui bahwa rakyat Niniwe akan bertobat, mengapa Allah merencanakan malapetaka dan menyesal?  

Jika kita melihat kembali ke ayat 13, agaknya berbeda dengan kisah Niniwe. Pada kisah Niniwe, tidak disampaikan tentang Allah berharap agar Ia menyesal. Pada ayat 13, Allah sebenarnya berharap muncul penyesalan akan malapetaka yang Ia rancang karena terjadinya pertobatan atas bangsa Yehuda. Namun, jika kita melihat sejarah ke depannya, bahkan sampai Raja Yoyakin, anak dari Raja Yoyakim, masih berbuat hal yang sama dengan ayahnya buyutnya. 

Ayat 14 berisi penyerahan dirinya kepada rakyat, para pemuka, imam, dan nabi. Yeremia tidak berkelit, mengklarifikasi apa yang disampaikan agar ia selamat, atau melontarkan alasan-alasan berlebihan. Yeremia percaya bahwa dirinya adalah urusan TUHAN yang akan selalu berada dalam lindungan-Nya. Kalaupun ia harus mati saat itu, ia pun sudah siap. Namun, jika kita teruskan ke ayat 15, Yeremia menyampaikan sebuah pesan di awal bahwa mereka akan benar-benar ditimpa malapetaka jika Yeremia memang benar utusan Allah. Dan setelah diskusi yang bisa kita lihat di ayat 16-19, Yeremia tidak dihukum mati. 

Aplikasi 

Ada beberapa hal yang menurut saya agak mengganggu. Apakah bertobat sama dengan melakukan kehendak Allah? Dan lagi, agaknya saya kurang nyaman dengan pemilihan judul Ayo Bertobat. Penggunaan kata bertobat biasanya dipakai saat manusia merasa melakukan kesalahan yang besar atau merasa bahwa manusia tersebut sering melakukan dosa sehingga dosanya bertumpuk dan harus bertobat. Konsep bertobat tidak cukup ramah terhadap anak yang kalau diukur dengan ukuran manusia, anak tidak melakukan kesalahan sebanyak dan seberat orang dewasa. Daripada disebut kesalahan dan dosa, anak lebih sering melakukan kenakalan, karena keingintahuan mereka, energi dalam tubuh yang berlebih sehingga butuh sarana penyaluran, atau memang itu merupakan proses belajar yang dilakukan anak. Menurut saya, konsep yang masih bisa diterima anak adalah mengakui kenakalan, meminta maaf, memperbaikinya, dan tidak mengulangi. Selebihnya, melakukan kehendak Allah seharusnya sudah menjadi kebiasaan kita. 

Kembali ke pertanyaan pertama, apakah bertobat sama dengan melakukan kehendak Allah? Tentu saja tidak. Jika menggunakan konsep di atas, bertobat adalah mengakui kesalahan, meminta ampun, memperbaiki atau mempertanggungjawabkan, dan tidak mengulangi lagi. Bukankah melakukan kehendak Allah adalah sesuatu yang kita harap menjadi kebiasaan dalam hidup kita sebagai seorang yang beriman? Bukankah kita berharap bahwa setelah kita bertobat, kita tidak perlu bertobat kembali karena kita selalu melakukan kebiasaan kita, yaitu menjalankan perintah Allah? Atau apakah kita memang diminta bertobat tiap hari karena kita sudah dipastikan akan berbuat salah? Tapi baiklah, kita kembali ke aplikasi cerita. 

Berdasarkan sudut pandang rakyat Yehuda, tidak ada nilai yang bisa kita ambil karena rakyat Yehuda tidak bertobat. Mungkin kita belajar bahwa akan ada hukuman bagi kita yang berbuat salah. Jika kita memandang sisi Yeremia, kita belajar tentang menyampaikan kebenaran tanpa takut dihukum. Kita belajar bagaimana Yeremia benar-benar percaya pada Allah yang mengutusnya. Tanpa keraguan, ia menyerahkan dirinya pada orang-orang yang membenci perkataannya karena kepercayaannya pada Allah. Fungsi kenabian Yeremia mengesahkan kutipan kalimat "Berani karena benar, takut karena salah". 

Namun, jika kita melihat dari pesan yang disampaikan Yeremia, akan selalu ada hukuman bagi mereka yang berdosa. Akan tetapi, Allah yang Pengasih bisa meluputkan malapetaka tersebut jika kita mau bertobat. Caranya? Awali dengan pengakuan. Memulai pertobatan adalah jika kita mengakui bahwa apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang salah. Jika kita tidak merasa salah, kita tak akan bisa bertobat. Setelah pengakuan, kita mulai memberanikan diri untuk meminta maaf. Lupakan status kita sebagai orang yang lebih tua, punya jabatan penting, punya peran yang lebih banyak, jarang berbuat salah, atau apapun yang membuat kita gengsi minta maaf dan minta ampun.


 "Ampuni aku Tuhan... Eh tapi kan aku ...(alasan supaya gak salah-salah banget)..."


Selanjutnya, kita harus memperbaiki kesalahan kita semampu kita. Kita harus mengusahakan semaksimal mungkin perbaikan dari kesalahan yang kita lakukan. Hal ini pun menunjukkan ketulusan hati kita bahwa kita menyesal melakukan kesalahan tersebut. Dan yang terakhir adalah tidak mengulanginya lagi. Jika kita mengulangi kesalahan kita, pertobatan kita patut dipertanyakan. 

Mari kita menjadikan perbuatan baik sebagai hal yang biasa, kenormalan yang tak perlu mendapat pujian atau pengakuan. Mari memuji Tuhan dan melakukan perintah-Nya selayaknya kita yang sudah terbiasa makan, minum, mandi, tidur, dan kebiasaan kita lainnya. Dan saat kita melakukan kesalahan, mari kita membuat Allah menyesal merencanakan hukuman melalui pertobatan kita. Mari kita buat Allah menyesal karena di saat Allah sedang merancangkan hukuman atas kesalahan kita, kita sudah selesai bertobat. Akhirnya, ayo bertobat 😄

~ M.N ~

Komentar