Ziarah; Sehat atau Sesat?
Ziarah
Sehat atau Sesat?
Ziarah dalam hal pembahasan kali ini adalah berkunjung ke makam orangtua atau tetua keluarga. Ada beberapa pihak yang tidak setuju dengan ziarah ke pemakaman atas dasar saat berdoa di pemakaman, kita akan berdoa kepada leluhur kita. Jika dilihat dari sisi ini, iya bahwa ini salah. Kita harus bahkan tetap harus selalu berdoa hanya kepada Tuhan. Pertanyaannya, apakah ziarah sepenuhnya salah?
Ada dua pandangan pribadi saya yang muncul dari peziarahan ke makam, tempat suci, atau tempat-tempat khusus untuk melakukan ritual. Pandangan pertama saya adalah tentang kontemplasi. Berziarah kemungkinan besar dilakukan ke tempat khusus yang biasanya tenang, paling tidak kita mengusahakan suasana setenang mungkin. Ziarah ke makam misalnya. Jarang sekali makam dalam kondisi ramai dan riuh, kecuali di sebelah makam ada mayat yang akan dikubur. Dalam ziarah akhirnya kita menemukan momen kontemplatif, dengan mengingat kembali pesan dari orangtua yang sudah meninggal, kebersamaan dan sukacita bersama mereka sewaktu hidup, bagaimana mereka memperjuangkan hidup mereka untuk keluarga, dan akhirnya bagaimana kita menangkap nilai dari itu semua. Inilah poin pertama yang saya lihat.
Pandangan kedua saya yaitu tentang bagaimana kita mengenal Sang Transenden. Kita mengenal adanya kekuatan yang melampaui segalanya. Kita mengetahui bahwa sebelum mengenal pengetahuan tentang agama, sudah ada Sang Transenden yang menjadi Causa Prima dari segalanya. Ialah Sang Penyebab Utama. Semua pertanyaan yang tak terjawab berakhir kepada satu kata, Tuhan (walaupun pada akhirnya ada beberapa jawaban yang membuat kata Tuhan jadi korban pelampiasan kita). Karena usaha kita terhadap pengenalan akan Sang Transenden, lahirlah animisme dan dinamisme, keyakinan terawal yang lahir dalam peradaban manusia. Animisme dan dinamisme pun berkembang ke arah yang lebih jauh seiring waktu, yaitu menyembah orang yang dianggap memiliki anugerah, dari dia hidup, bahkan sampai kepada makamnya sehingga dianggap keramat. Mari kita mengingat bahwa ini memang pernah dilakukan pada zaman dahulu.
Perkembangan pun berlanjut kepada penyembahan Tuhan dalam agama-agama. Dalam agama-agama tertentu, ada tempat yang dianggap sakral sehingga membuat kita merasa semakin dekat dengan Sang Transenden yang kita kenal dengan berbagai nama. Penamaan dan pewujudan Sang Transenden pun muncul seakan menunjukkan bahwa inilah usaha manusia mengenal-Nya dengan usaha dan daya pikir kita.
Ada keinginan manusia dalam pengenalannya akan Sang Transenden bahwa manusia selalu ingin mengenal nama dan wujud. Jikapun manusia menyadari batasan pengenalan akan Sang Transenden, manusia berusaha mencari wujud perantara agar mendapatkan sensasi kedekatan yang makin intim dengan-Nya, mulai dari tempat ibadah, ruang doa, tempat-tempat peziarahan, dan tempat lain yang dikhususkan. Segala ritus berusaha dibangun untuk memuaskan tiap indra agar bisa semakin mengenal Pencipta. Bahkan muncul pertanyaan di benak saya. Apakah Sang Transenden yang diyakini mewujud menjadi manusia, buku, pengetahuan, kebijaksanaan, dan lainnya adalah cara Tuhan memuaskan indra kita dalam mengenal-Nya? Kita akan membahas ini dalam kesempatan lainnya. Mari kembali kepada usaha manusia mengenal Tuhan. Berkunjung ke tempat khusus atau berziarah adalah usaha manusia membangun suasana intim bersama dengan Sang Transenden. Dari sisi ini, apakah boleh? Iya, jika kita berfokus pada Sang Transenden menurut ajaran apa yang kita yakini. Tidak, jika kita menjadi fokus terhadap wujud dan bukan kepada Sang Transenden.
Kesimpulannya, bagi saya, berziarah punya sisi baik untuk mengenal Sang Transenden dan mengontemplasikan nilai kebaikan dari-Nya melalui sejarah hidup serta kebersamaan dengan orang yang mendahului kita. Punya pendapat lain? Silakan komentar...
~ D . A ~

Komentar
Posting Komentar